ANALGESIK
(Gambar 1. Ilustrasi Nyeri)
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial yang digambarkan dalam bentuk urusan tersebut. Definisi nyeri tersebut menjelaskan konsep bahwa nyeri adalah produk kerusakan struktural, bukan saja respon sensorik daei suatu proses nosisepsi, harus dipercaya seperti yang dinyatakan pendertita, tetapi juga merupakan respon emosional yang disadari atas pengalaman termasuk pengalaman nyeri sebelumnya. Persepsi nyeri menjadi sangat subjektif tergantung kondisi emosi dan pengalaman emosional sebelumnya. Toleransi terhadap nyeri meningkat bersama pengertian, simpati, persaudaraan, alih pengertian, pemberiian analgesi, ansiolitik, antidepresan, dan pengurangan gejala. Sedangkan toleransi menurun pada keadaan marah, cemas, kebosanan, kelelahan, depresi, penolakan sosial, isolasi mental, dan keadaan yang tidak menyenangkan. Plastisitas saraf sentral maupun perifer menjadi dasar pengetahuan nyeri patologik atau yang diidentikan sebagai nyeri kronik. Nyeri pasca operasi memicu respon stress yaitu respon neuro endokrin yang berpengaruh pada mortalitas dan berbagai morbiditas pascaoperasi. Nyeri operasi bersifat self limiting (tidak lebih dari 7 hari). Nyeri hebat memicu kejadian nyeri kronik di kemudian hari, penyebab penting respon stress dan alasan humanitas maka nyeri operasi harus ditanggulangi berbeda dengan nyeri kronik berdasarkan three step analgetic ladder WHO. Nyeri operasi umumnya berlangsung 24 jam.
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri. Obat analgetik dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID. Golongan Opioid bekerja pada sistem saraf pusat, sedangkan golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perier dan sistem saraf pusat.
Tramadol merupakan analgetik yang bekerja di sentral yang memiliki afinitas sedang pada reseptor mu(μ) dan afinitasnya lemah pada reseptor kappa dan delta opioid.Obat golongan opioid sendiri telah banyak digunakan sebagai obat anti nyeri kronis dan nyeri non-maligna. Tramadol tergolong dalam opioid sintetik lemah, sehingga dapat berikatan dengan reseptor morfin pada tubuh manusia. Obat ini memiliki efektifitas yang sama dengan morfin atau miperidin walaupun reseptor tramadol berjumlah lebih sedikit. Tramadol mengikat reseptor μ-opiod, sehingga menyebabkan potensi kerja tramadol menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan morfin. Reseptor opioid akan diaktifkan oleh peptide endogen dan juga eksogen ligand. Reseptor-reseptor ini terdapat pada banyak organ, seperti thalamus, amygdala dan juga ganglia dorsalis.
Melalui pengikatan dengan neuron dopaminergik maka akan memodulasi terjadinya hiperkarbia, hipoksemia, miosis dan juga pengurangan motilitas pada saluran cerna. Di hati, obat ini akan mengalami konversi menjadi O-dysmetil tramadol, yang merupakan metabolit aktif yang memiliki pontensi kerja yang lebih besar dibandingkan dengan tramadol. Obat ini dieksresi melalui ginjal. Tramadol berwarna putih, pahit, berbentuk kristal dan tidak berbau.
Tramadol dapat diberikan secara oral, i.m. atau i.v. dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang setiap 6-7 jam dengan dosis maksimal 400 mg per hari. Kadar terapeutik dalam darah berkisar antara 100-300 ng/ml. Obat ini dapat melakukan penetrasi pada sawar darah dengan baik, sehingga konsentrasi tramadol dapat dihitung pada cairan serebrospinal.
Tramadol 3mg/kg yang diberikan secara oral, i.m. atau i.v. efektif pada pengobatan nyeri sedang hingga berat. Penurunan yang nyata keadaan menggigil setelah operasi yang telah tercatat pada pasien yang ditangani dengan obat ini dan efek depresi pernafasan yang minimal merupakan keuntungan dari obat ini. Tramadol memperlambat pengosongan lambung, meskipun efeknya kecil dibandingkan dengan opioid lain. Selain itu, tramadol juga dapat menyebabkan sensasi berputar, konstipasi, pusing, dan penurunan kesadaran. Penggunaan tramadol sebaiknya dihentikan bila didapatkan gejala seperti kejang, nadi lemah, dan kesulitan bernafas.
Dibandingan dengan analgesik NSAID, Tramadol lebih aman untuk digunakan karena tidak memiliki efek yang serius terhadap pencernaan, sistem koagulasi, dan ginjal. Obat ini bermanfaat pada penanganan nyeri kronik karena obat ini tidak menyebabkan toleransi atau adiksi dan tidak berkaitan dengan toksisitas organ utama atau efek sedatif yang signifikan. Obat ini juga bermanfaat pada pasien yang mengalami intoleransi pada obat anti inflamasi non steroid. Kerugian tramadol antara lain interaksinya dengan antikoagulan koumadin dan kejadian kejang. Oleh karena itu pada pasien epilepsi, penggunaan tramadol sebaiknya dihindari. Selanjutnya efek samping tramadol yang paling sering terjadi adalah meningkatnya insidensi mual dan muntah pada pasien perioperatif. Odansetron dapat mengganggu komponen analgesik pada tramadol karena efek pada reuptake dan pelepasan 5- hydroxytryptamine.
Ketorolak merupakan salah satu obat analgetik dari golongan NSAID yang merupakan suatu grup yang terdiri dari berbagai struktur kima yang memiliki potensi sebagai antiinflamasi, antipiretik dan analgetik. Obat dengan golongan jenis ini bekerja melalui jalur siklooksigenase yang berdampak pada terjadinya pencegahan sensitisasi nosiseptor perifer karena terjadinya hambatan biosintesis prostaglandin. Ketorolak dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena. Pemberian secara intratekal dan epidural tidak dianjurkan. Obat ini memiliki potensi yang besar dalam menanggulangi nyeri berat akut, namun memiliki aktifitas anti inflamasi yang sedang bila diberikan secara intra muscular dan intra vena. Ketorolak dapat diberikan sebagai analgesik pasca operatif atau sebagai kombinasi bersama opioid.
Cara kerja ketorolak adalah dengan cara menghambat sintesis prostaglandin secara reversibel di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid pada sistem pusat. Ketorolak akan menghambat nyeri dan reaksi inflamasi, sehingga akan mempercepat proses penyembuhan luka. Obat ini juga memiliki potensi untuk menghambat produksi tromboksan platelet dan agregasi platelet. Ketorolak secara kompetitif menghambat kedua isoenzim COX, COX-1 dan COX-2 dengan potensi yang berbeda, untuk menghasilkan efek farmakologis antiinflamasi, analgesi, dan antipiretik. Sama seperti NSAID lain, obat ini tidak dianjurkan diberikan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan wanita sedang menyusui, usia lanjut, anak usia kurang dari 4 tahun, gangguan perdarahan dan bedah tosilektomi. Keuntungan dari penggunaan analgesik ketorolak adalah obat ini tidak menyebabkan depresi ventilasi atau kardiovascular. Selain itu, ketorolak hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek pada dinamika saluran empedu, menjadikan obat ini lebih berguna sebagai analgesik pada pasien spasme gangguan empedu. Sifat analgetik ketorolak setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolak yang sama dengan 12 mg morfin atau 100 mg petidin. Sifat antipiretik pada ketorolak tergolong rendah. Penggunaan secara oral tidak terlalu bermanfaat pada nyeri akut pasca operasi terutama dengan dosis maksimal sebesar 30 mg/hari. Waktu paruh pada orang yang masih muda sekitar 3,5 – 9,2 jam, dengan ekskresi lewat ginjal sekitar 91,4% sedangkan lewat empedu 6,1%. Pemberian dosis ketorolak yang dianjurkan adalah 3-4 kali/hari dengan dosis maksimal im/iv tidak lebih dari 120 mg/hari.
Permasalahan :
1. Bagaimana cara penggunaan analgesik pada pasien penderita nyeri?
2. Apa perbedaan analgesik opioid dan non opioid?
3. Kenapa tiap obat analgesik memiliki efek samping yang berbeda-beda?



Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBagaimana tanggapan anda terkait penyalahgunaan tramadol di zaman sekarang? Apa yang menyebabkan tramadol yang notabene nya adalah obat analgesik tetapi dapat menghasilkan efek candu?
BalasHapusmenurut saya penyalahgunaan tramadol untuk saat ini sangat memprihatinkan karena tramadol jika digunakan dengan tidak tepat maka dapat menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Jika mengkonsumsi berlebihan dapat membuat pasien dapat menimbulkan candu
HapusApakah manusia memiliki ambang batas nyeri? Jika iya, berapa dan apa yang akan terjadi apabila manusia merasakan nyeri yang melebihi ambang batas?
BalasHapustentu saja punya dan tiap orang berbeda-beda. Oleha karena itu apabila nilai ambang batas nyeri yang rendah dapat menyebabkan nyeri yang hebat jika terjadi suatu mekanisme nyeri yang dihasilkan. Oleh karena itu respon nyeri tiap orang berbeda-beda dikarenakan respon nyeri yang dimilikinya memiliki ambang tertentu.
Hapus